Penerbitmajas.com - "Pada 2025, angka kemiskinan akan turun menjadi 10,37%, dan puncaknya, pada 2026, akan menyentuh 8,98%." Sebuah deklarasi. Sebuah janji yang menggema dari bibir Wakil Bupati Nurul Azizah di ruang Angling Dharma yang megah, membelah keheningan dengan sorot mata penuh keyakinan. Itu bukan sekadar deret angka, melainkan manifestasi harapan yang dihembuskan di setiap rapat Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). Sebuah janji yang kini terbang melampaui dinding-dinding ruang rapat, meresap ke dalam sanubari setiap jiwa di Bojonegoro.
Tiga Pilar Penuntun Menuju Pelabuhan Kesejahteraan
Di bawah nahkoda Bupati Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah, perahu besar Bojonegoro kini berlayar, berani menembus badai dan gelombang yang menghadang. Tiga bintang penuntun setia menemani setiap ombak yang menerpa, menjadi kompas yang takkan lekang: menekan kemiskinan hingga ke akar-akarnya, memacu pertumbuhan ekonomi hingga ke puncaknya, dan mengangkat harkat Indeks Pembangunan Manusia ke tempat yang seharusnya.
Namun, di balik layar harapan itu, realitas masih berbisik lirih. 11,69% jiwa, atau setara dengan 147.330 penduduk Bojonegoro, masih bergumul dalam bayang-bayang kemiskinan yang mencekam. Lebih pedih lagi, 9.400 kepala keluarga terjerat dalam jurang kemiskinan ekstrem, seolah menjadi tantangan raksasa yang menjulang tinggi, menanti untuk ditaklukkan. Ini bukan lagi sekadar data di atas kertas; ini adalah wajah-wajah yang memendam asa, mata-mata yang menanti secercah cahaya di ufuk timur.
Strategi Teranyam: Merajut Harapan di Setiap Lini Kehidupan
Perjalanan ini bukanlah sebuah solo, melainkan sebuah simfoni kolaborasi agung yang membutuhkan setiap nada untuk menciptakan harmoni yang sempurna. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro merangkul erat berbagai pihak, termasuk Badan Pusat Statistik (BPS), untuk menyelaraskan setiap data, memastikan setiap langkah intervensi tak ubahnya anak panah yang menancap tepat di sasaran, menembus inti permasalahan.
Andik Sudjarwo, Penjabat Sekretaris Daerah Bojonegoro, dengan cermat memaparkan strategi yang telah dirajut, sebuah tapestry program yang mengalirkan harapan:
Meringankan Beban Pengeluaran: Bayangkan program KUSUMO (Kunjungan Kasih untuk Masyarakat Bojonegoro) yang menebar sentuhan empati, bagai embun pagi yang menyejukkan. Darsila menjamin dua kali makan sehari bagi lansia sebatang kara, sebuah jaminan hidup yang menghangatkan jiwa. Bantuan sosial mengalir deras ke setiap rumah tangga miskin dan sangat miskin, membasahi dahaga harapan yang telah lama mengering. Tak hanya itu, ada pula tenaga pendamping lansia yang setia mendampingi, beasiswa pendidikan yang membuka gerbang ilmu pengetahuan yang selama ini terkunci, perbaikan rumah tak layak huni yang mengembalikan martabat yang terenggut, pemasangan listrik yang menerangi kegelapan pekat, hingga santunan bagi anak yatim yang merajut senyum di wajah polos mereka.
Membangkitkan Kemandirian: Bojonegoro tak hanya ingin mengulurkan tangan, namun juga mengajari warganya memancing, menanam benih kemandirian dalam setiap sanubari. Strategi peningkatan pendapatan digulirkan dengan semangat membara: GAYATRI (Gerakan Ayam Petelur Mandiri), KOLEGA (Kolam Lele Keluarga), domba sejahtera, bantuan bibit sayuran yang menghijaukan setiap lahan gersang, stimulan BUM Desa yang menggerakkan roda ekonomi akar rumput, pelatihan kerja yang membuka cakrawala baru bagi yang terpinggirkan, pembangunan IPAH, revitalisasi embung yang menghidupkan kembali denyut air kehidupan, dan listrik masuk sawah yang menyalakan semangat petani. Bahkan, bibit buah sistem tumpang sari di lahan Perhutani dan pinjaman modal melalui kartu pedagang produktif pun turut menjadi bagian dari upaya ini, seolah menabur benih-benih harapan di setiap lahan dan hati yang telah lama gersang.
Meningkatkan Konektivitas Wilayah: Sebuah jembatan kokoh yang akan menghubungkan setiap sudut kehidupan, mendekatkan yang jauh, menyatukan yang terpisah. Telemedicine hadir mendekatkan layanan kesehatan, menjadikan jarak bukan lagi halangan. RSUD yang naik kelas A dengan fasilitas jantung terpadu siap menjadi penyelamat, mengukir kisah-kisah kesembuhan yang menyentuh hati. Pembangunan sarana prasarana pendidikan adalah investasi masa depan, membentuk generasi penerus yang cerdas dan berbudaya, membangun fondasi peradaban. Infrastruktur jalan dan jembatan adalah nadi perekonomian, mengalirkan kehidupan ke pelosok-pelosok. Sementara sarana keolahragaan dan pariwisata adalah penghela kebahagiaan, menebarkan senyum dan tawa, memekarkan jiwa.
Seruan Kolaborasi: Membangun Bojonegoro yang Lebih Cerah
"Tentu ketiga strategi ini tidak bisa dilakukan Pemkab sendiri," pungkas Andik, dengan nada penuh harap, seolah melayangkan seruan ke seluruh penjuru Bojonegoro. "Kontribusi dan partisipasi termasuk akademisi, stakeholder, tokoh masyarakat, dan kelembagaan lainnya bisa bersama-sama mendukung program strategi yang telah dicanangkan oleh Pemkab Bojonegoro."