Lomba lukis di tepi Bengawan Solo Hary melukis gambar Pramuka yang contohnya dibawa dari rumah berupa perangko gambar seorang Pramuka dengan seragam lengkapnya.
Rombongan mereka bersama menuju ke jembatan Kalisolo dan menyeberanginya untuk menuju ke lokasi lomba. Meski rombongan, mereka naik sepeda sendiri-sendiri.
Hary sendiri tidak tahu apakah diperbolehkan membawa contoh untuk melukis itu. Memang tidak ada pengumuman yang mengatur tentang larangan itu. Meskipun tidak jelas larangannya ia tetap berhati-hati untuk mencontek gambar Pramuka itu. Jadi gambar itu tidak ada yang tahu apakah ia membawa atau tidak. Jelas yang tahu Hary sendiri. Jelas tidak mudah mengetahui ada selembar kecil ukuran perangko di balik alat melukis.
Tapi sesungguhnya gambar yang dicontek Hary itu hanyalah bentuknya. Sedangkan pewarnaannya ia mengarang sendiri. Warna gambar itu cenderung monokrom, sedangkan lukisannya polikrom. Ukuran kertas gambarnya A2. Materi bahan melukisnya Hary memakai cat air. Tetapi seperti biasa tekniknya adalah melukis dengan cat minyak. Jadi pewarnaan dilakukannya secara bertumpuk-tumpuk.
Untuk menghindari panas matahari Hary berlindung di balik sebuah gundukan tanah yang cukup tinggi. Ia tidak memperhatikan bagaimana dengan teman-temannya, mereka melukis apa, temanya Hary pun tidak tahu. Sudah menjadi kebiasaannya di dalam melukis ia konsentrasi apa yang ada di depannya.
Yang cukup membuat Hary agak menengok sekeliling adalah tahu bahwa ada seorang peserta lomba melukis itu memakai teknik melukis dengan air ludah. Tekniknya dia mencairkan zat yang dikeluarkannya dari tube jangan mencampurnya dengan air ludah di ujung lidahnya. Yang menarik tentu bukan hanya tekniknya itu, tetapi hasil lukisannya memang bagus karena dia pintar melukis.
Inilah yang terjadi saat pengumuman lomba bahwa dia mendapat juara I sedangkan Hary meraih juara II. Hasil kejuaraan lomba melukis se-Kecamatan Kota Kabupaten Kota dan penerimaan hadiahnya adalah pada saat perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia; dengan pergelaran di atas panggung dan menghadirkan seluruh juara untuk mendapatkan penghargaan dan hadiah.
Pada saat itu belum ada hadiah berupa uang tetapi cukup piagam penghargaan. Itu pun sudah membuat Hary senang dan piagam itu disimpannya sampai entah kapan.
Pada saat lomba di dekat jembatan Kalisolo itu seorang wartawan mewawancarai Hary. Ternyata dia adalah wartawan dari koran harian sore Surabaya Post. Hary cukup bangga dengan dengan diwawancarai oleh wartawan itu.
Lukisannya sendiri cukup memuaskan: Gambar seorang Pramuka dengan baret coklat dan logo Pramuka di baret pantes baju seragam pramuka berwarna coklat muda dengan pangkat dan logo-logo serta penghargaan serta peluit. Latar belakangnya adalah pemandangan di sekitar yaitu sebuah sungai yang mengalir dan latarnya adalah langit.
Hary yakin bukan karena gambar contekan itu maka lukisannya tampak berjiwa. Tetapi, memang lukisan pramukanya itu berjiwa oleh karena Hary sendiri juga aktif di kegiatan kepramukaan di sekolah. Ia memimpin regu pada waktu kelas 6, menjadi ketua Regu Scorpio. Sedangkan sebelumnya, pada saat Siaga memimpin Barung Hijau.
Sering pelatihan Pramuka seminggu sekali ditambah dengan perkemahan Sabtu malam Minggu di sekolah cukup membuat Hary mendapatkan penghayatan tentang kehidupan pramuka. Dan dengan demikian lukisannya pun mengekspresikan penghayatan terhadap Praja Muda Karana itu.
Dalam lomba melukis tingkat SD sekecamatan kota kabupaten itu, Akarim menggunakan air ludahnya untuk mencampur air, bukan di palet ia memulai, namun dari mulutnya. Teknik ini dirasa unik dan praktis dalam mengencerkan cat air terlepas dari apapun hasilnya di atas kertas, sama dengan teknik biasa atau memesona lantaran punya daya pikat warna istimewa. Bukti apakah tercipta warna yang jarang ditemui dengan teknik pencampuran biasa belum bisa diukur. Yang pasti teknik ini menunjukkan keberanian dan kreativitas.
Hary yang melihat proses pembuatan lukisan itu tertarik. Lain waktu sewaktu SMP, Wiji melihat Hary pun menggunakan teknik itu.