Minggu, 04 Mei 2025

Bicara SARA pada Karya Seni Sastra


Penerbitmajas.com - Begitu mendapat sembarangan penolakan dari pihak lain, Paulus punya sikap. Dia meninggalkan tempat itu. Sangat berbeda dengan saat dia masih Paul mengejar para pengikut Yesus. Begitu mendapat serangan dari para kritikus sastra tentang disertasinya yang mengungkap perlunya novel mengangkat masalah SARA, doktor baru ini mungkin tidak mendengar.

Karena penyerangnya cuma menulis di Facebook. Tetralogi Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer juga ada unsur SARA. Cau Bau Kan Remi Silado juga. Namun istilahnya tidak sevulgar kata SARA. Novel tanpa melawan penindasan berarti melawan fitrahnya. Martin Aleida mengatakan fitrah sastra memang itu. Jadi tidak ada yang baru dengan teori doktor sastra yang baru selesai pendidikan S3-nya itu. Cuma orang masih tabu dengan istilah SARA. Ya lah, kalau mau debat kusir ala kaum sofis, kalau mau mengangkat ada SARA ya novelnya harus bertema empat hal: Suku, Agama, Ras, Antar Golongan. Meski Siti Nurbaya Marah Rusli berangkat dari masalah cinta, ya sudah ada pertikaian antar golongan. Golongan berutang dan golongan pengutang. Antar suku tidak. Karena sama-sama Minang. Pembahasannya saya sudahi di sini saja. Yang dianggap paling awal menyoal SARA dalam rezim sejarah sastra HB Jassin ya Salah Asuhan Abdoel Muis. Kalau tidak begitu ya tidak akan terpilih sebagai tokoh yang hari penting hidupnya menjadi Hari Sastra Nasional. Memang penting semua kritik yang tidak kritis ini? Penting atau tidak penting, tetap hadir untukmu guna suatu petanda kritik sastra masih ada dalam dunia igauan yang mau disebut sebagai seni. Seni sketsa kritik sastra. Alias seni catatan harian. Alias seni menumpahkan pemikiran daripada bicara soal gereja dan iman Kristen sudah jenuh. Kata Lord Baden Powell bapak pandu sedunia, istirahat yang paling baik adalah alih kegiatan. Makanya perikop ini bicara katarsis pikiran bahwa SARA kalau diangkat dalam karya seni sastra ya tentu penyajiannya berbeda dengan orasi provokator pemecah belah bangsa atas nama SARA. Tanpa rambu-rambu ini pun karya seni sastra Pramoedya pernah dilarang. Ini jelas teori kekacauan. Kita tunggu siapa yang berhasil mengambil peluang. (Yonathan)

Tidak ada komentar: