Memahami Kebutuhan Informasi dan Pokok Keahlian Menulis Cerpen

Memahami Kebutuhan Informasi dan Pokok Keahlian Menulis Cerpen

 

Oleh: Yonathan Rahardjo

 

Lomba-lomba dalam rangka tujuhbelasan makin variatif, adakah lomba makan pentol bakso? Mungkin yang ada lomba dengan mulut mencabut uang logam yang ditancapkan pada bakso besar yang digantung dengan tali. Kalau benar ada, ini modifikasi lomba makan kerupuk gantung.

Setuju kata Anda, kalau lomba ini ada, modalnya lebih besar, padahal lomba-lomba tujuhbelasan umumnya berbiaya murah. Setuju pendapat Anda, kalau ada, sebelum lomba baksonya sudah habis ditelan panitia.

Semua lomba tujuhbelasan cenderung berbiaya murah karena konon menurut sejarahnya lomba-lomba ini memakai bahan dan peralatan apa adanya. Ini sesuai kondisi masyarakat Indonesia yang dijajah Belanda, mesti bisa menghibur mereka sang ndoro tuan dan gubermen pada hari-hari perayaan nasional Belanda seperti HUT Ratu Wilhelmina.

Konon lomba makan kerupuk, lomba lari karung, lomba panjat pinang, semua diadakan untuk menghibur sang penjajah, dengan bahan dan alat seadanya serta menunjukkan kekonyolan-kekonyolan peserta lomba sebagai penghinaan terhadap bangsa pribumi. Sedangkan lomba tarik tambang adalah hiburan para pekerja romusha saat zaman penjajahan Jepang. Lomba egrang? Sepertinya hinaan pribumi terhadap bule Belanda karena dengan naik egrang pribumi dapat menjadi lebih tinggi dibanding orang Belanda.

 

Membaca Sumber Informasi dan Menuliskannya

Sumber penulisan artikel tentang lomba tujuhbelasan ini adalah internet. Ya banyak sekali hal dapat diperoleh informasinya di internet. Biasanya penulis mempunyai berbagai cara untuk menulisan ulang hasil pembacaan informasi itu. Setidaknya adaempat cara penulisan itu: (1) kopi paste apa adanya, (2) kopi paste disertai beberapa modifkasi/perubahan, (3) menulis ulang sesuai dengan ingatan/pikiran sendiri sebagai informasi, (4) menulis ulang informasi itu disertai opini/analisa.

Jelas yang benar secara etika dan kecerdasan adalah cara ketiga dan keempat. Untuk memelhara etika dan mengembangkan kecerdasan sendiri, jangan pernah melakukan cara kesatu dan kedua.

Sebagai perbandingan, pada saat ini muncul beragam berita tentang Taliban yang tumpang tindih antara yang memberitakan perilaku Taliban sudah berubah dan mau mempedulikan nilai-nilai kemanusiaan tidak seperti Taliban 2001 dan yang sebaliknya. Tentu kita menuliskan dengan cara masing-masing berdasar berbagai informasi itu seraya memperhatikan perkembangan yang terjadi.

Artinya bagi pengembangan keterampilan penulis kita, sumber informasi kita mesti memadai, untuk itu kita membutuhkan pengalaman. Yang dimaksud pengalaman di sini bukan hanya mengalami peristiwanya secara langsung, tetapi pengalaman inderawi dengan membaca juga adalah pengalaman.

 

Menulis Pengalaman Sebagai Berita atau Sebagai Fiksi

Pengalaman sangat penting untuk dituliskan guna memelihara ingatan. Bila penulisannya sesuai dengan kejadian yang dapat diindera dengan pancaindera, penulisannya dapat menjadi berita yang akurat. Secara objektif akurat.

Bila sudah masuk opini, perasaan, sentimen, mungkin dapat tersusupi berita-berita lama yang sudah terjadi dan dicampur aduk dengan berita yang sedang terjadi. Dan, menimbulkan imaji. Di sini akan sangat hebat sebagai sebuah karya sastra. Dan karya sastra umumnya adalah karya fiksi. Untuk menjadi karya sastra cerpen, novel, puisi, hal-hal subjektif itu sangat dibutuhkan. Seolah-olah hal itu yang sesungguhnya terjadi sebagai realitas baru. Maka realitas fiksi adalah realitas yang berbeda dengan realitas jurnalistik berita.

Keunggulan fiksi inilah yang dapat menghidupkan cerita peristiwa sederhana seperti seorang guru yang jenuh dengan penjara epidemi yang memaksa semua aktivitas belajar-mengajar harus secara daring. Penulis dapat memasukkan unsur-unsur kegelisahan tokoh guru ini, dideskripsikan dengan perasaan, perilaku merebahkan diri di tempat tidur, berdebar ketika ternyata setelah sekian lama aktivitas daring, akan ada upacara secara langsung ... ternyata hari diancam dengan turunnya hujan.

Plot sederhana ini akan dapat terus berkembang dengan berbagai peristiwa yang terjadi selanjutnya, baik beralur maju ataupun mundur. Tentu lebih baik disertai dengan kehadiran tokoh lain yang dapat menimbulkan konflik. Sehingga dalam bangunan cerpen akan terpenuhi semua unsurnya: tokoh dan perwatakan, latar peristiwa, alur, konflik, solusi permasalahan, dengan ada pesan moral.

 

Kerangka karangan

Masa pandemi juga menjadi tantangan bagi siswa (dan semua orang). Narasi lugas dari siswa sebagai penulis membuat cerita terus maju ke depan dengan tindakan dan kegiatan serta tindakan kegiatan baru dari siswa. Penceritaan memakai sudut narator orang pertama (aku) bertindak memakai kata kerja demi kata kerja. Jalinan penceritaan terus melaju dari satu permasalahan ke permasalahan lain hingga berakhir bahagia si siswa punya toko sendiri dengan pemasukan Rp 50 ribu perhari.

Bila dikembangkan lebih lanjut dengan jalinan cerita selanjutnya, narasi yang telah ditulis dapat berfungsi dua: (1) Sebagai pembuka, (2) Sebagai kerangka karangan. Sebagai pembuka, artinya dapat akan terjadi lagi jalinan tindakan dan peristiwa selanjutnya. Sebagai kerangka karangan, artinya setiap tindakan dapat diuraikan lagi rinciannya. Jadi setiap tindakan merupakan satu pokok pikiran.

Misalnya si siswa berdiskusi dengan ibunya, di situ dapat dikembangkan percakapanya dengan kalimat langsung. Dapat ada konflik di situ misalnya dengan perbedaan mendapat. Ini merupakan bahan yang bagus untuk membuka peristiwa-peristiwa lain. Jadi setiap pokok pikiran dapat dikembangkan baik dengan: narasi (penceritaan), deskripsi (uraian), eksposisi (paparan), percakapan (dialog), monolog (berpikir/berbicara sendiri).

 

Monolog

Salah satu cara paling efektif dan dekat dengan diri pribadi pengarang adalah menceritakan secara monolog. Berpikir atau berbicara sendiri mengutarakan pendapatnya, perasaannya, pikirannya, pandangan-pandangannya berdasar subjektivitasnya sendiri. Objeknya dapat berupa apa saja yang diindera dengan pancaindranya. Dalam cerpen dapat saja demikian, sebagai tokoh tunggal dari awal sampai akhir, seperti yang ditulis pencerita tentang kegalauan dan kegelisahannya melihat lingkungan masyarakat yang terdampak pandemi secara ekonomi.

Cerpen atau cerita pendek memang satu bangunan utuh menyoal suatu hal secara utuh (kompak dalam satu kesatuan). Ibarat pohon, di situ ada cabang-cabang pohonnya, lalu dari cabang muncul ranting-ranting, lalu dari ranting muncul daun bahkan bunga. Dalam penguraian semua ini, satu masalah itu dapat dituntaskan.

Apakah dengan demikian semua penceritaan sah dan kuat untuk disebut sebagai cerpen yang berhasil. Sah adalah pasti. Kuat? Perlu dieksplorasi lebih dalam kesatuan pokok permasalahannya dengan berbagai unsur penceritaan cerpen tadi. Apakah berhasil menarik perhatian, menggugah perasaan, menimbulkan imaji yang kuat?

Maka ada dua kemungkinan yang terjadi: (1) Cerita yang sudah ditulis merupakan bahan awal dan dapat dikembangkan, (2) Cerita yang sudah ditulis sudah selesai. Anda memilih yang mana? Harapannya Anda memilih yang kedua, dan menyadari bahwa semua masih harus terus diperjuangkan.

Dengan kesadaran itulah kita yakin bahwa banyak pemula telah memulai langkahnya menulis cerpen dengan telah menulis gambaran umum di unit kerjanya pada saat pandemi Covid-19 dengan tantangannya pada pembelajaran jarak jauh. Tinggal menguraikan saja.

 

Bojonegoro, 21 Agustus 2021

Tidak ada komentar: