Selasa, 23 Desember 2025

Tan Malaka disebut "revisionis" oleh PKI

 Pernyataan bahwa Tan Malaka disebut "revisionis" oleh PKI sangat kontekstual dan perlu dilihat dalam konteks perpecahan ideologis dan strategi politik di dalam gerakan komunis Indonesia.

Meskipun istilah yang lebih sering digunakan oleh PKI untuk Tan Malaka adalah "pengkhianat" atau "avonturir" (petualang politik), tuduhan tersebut pada dasarnya berakar pada perbedaan ideologi dan strategi yang secara luas dapat dikategorikan sebagai "penyimpangan" atau "revisi" dari garis partai yang dianggap benar (Marxisme-Leninisme garis Komintern/Moskow).

Berikut adalah poin-poin utama mengapa Tan Malaka berseteru dengan PKI (terutama faksi yang dominan seperti yang dipimpin oleh Alimin, Musso, dan kemudian Aidit) yang menyebabkan tuduhan tersebut:

1. Perbedaan Strategi Revolusi (Pemberontakan 1926)

Ini adalah sumber perpecahan terbesar.

 * Sikap PKI (Semaun, Alimin, Musso): Menjelang akhir tahun 1925, faksi PKI memutuskan untuk melakukan pemberontakan bersenjata segera melawan pemerintah kolonial Belanda (terjadi tahun 1926). Mereka menganggap aksi ini adalah keharusan ideologis untuk membakar semangat massa.

 * Sikap Tan Malaka: Sebagai perwakilan Komunis Internasional (Komintern) untuk Asia Timur Jauh, Tan Malaka menentang keras rencana pemberontakan itu. Ia menilai kondisi revolusioner belum matang (prematur). Ia berpendapat bahwa kekuatan rakyat belum terorganisir dengan baik, dan pemberontakan akan berakhir sebagai "avonturisme" (petualangan ideologis) yang berdarah dan akan menghancurkan PKI.

 * Tuduhan PKI: Karena Tan Malaka mencoba menggagalkan keputusan Konferensi Prambanan (keputusan pemberontakan), PKI mencap tindakannya sebagai sabotase dan melanggar disiplin baja partai, yang merupakan bentuk pengkhianatan terhadap garis revolusioner.

2. Isu Internasional: Stalinisme vs. Trotskisme

Tuduhan "revisionis" terhadap Tan Malaka sering dikaitkan dengan perpecahan besar antara Joseph Stalin (yang didukung oleh Komintern dan PKI faksi Musso/Aidit) dan Leon Trotsky.

 * Pandangan Tan Malaka: Beberapa pandangan Tan Malaka, seperti menunggu "revolusi dunia" (seperti yang ia sampaikan pada 1925) atau fokus pada kebutuhan pendalaman kader, dicerca oleh faksi PKI pro-Stalin sebagai pandangan Trotskis atau "paham revolusi permanen yang bangkrut". Dalam kamus komunisme era Stalin, menjadi "Trotskis" adalah bentuk tuduhan revisionis atau pengkhianat.

3. Konsep Politik "Merdeka 100%"

Setelah kemerdekaan 1945, perpecahan muncul lagi terkait strategi negara.

 * Sikap Tan Malaka: Ia menganut prinsip "Merdeka 100%" dan menentang keras diplomasi (perundingan) dengan Belanda. Ia memimpin oposisi radikal yang ingin melawan Belanda secara total.

 * Sikap PKI (setelah 1945): Meskipun PKI juga anti-Belanda, garis politik mereka lebih terikat pada strategi koalisi dan politik pemerintah yang saat itu masih berdiplomasi. PKI faksi Musso/Aidit kemudian berupaya menjadi bagian dari sistem pemerintahan yang resmi.

 * Akibatnya: Selama masa revolusi, Tan Malaka mendirikan kelompok di luar PKI (Partai Republik Indonesia/PARI, dan kemudian Partai Murba) yang berlawanan dengan garis PKI, memperkuat label "pemecah belah" dan "pengkhianat".

Kesimpulan

PKI menuduh Tan Malaka melakukan penyimpangan strategis dari jalur Marxisme-Leninisme yang ditetapkan oleh Komintern (Moskow), terutama karena penolakannya terhadap Pemberontakan 1926 dan pendirian organisasi tandingan. Dalam konteks ideologi komunis, penyimpangan strategis dari garis partai yang benar adalah inti dari tuduhan "revisionisme" dan "pengkhianatan."


Tidak ada komentar: