Revolusi Permanen: Konsep Trotsky bahwa revolusi di negara terbelakang tidak bisa berhenti pada fase borjuis-demokratis, tetapi harus terus berlanjut menjadi revolusi sosialis, sangat memengaruhi Tan Malaka. Tan Malaka melihat bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia (anti-imperialis) tidak bisa dipisahkan dari perjuangan kelas buruh dan rakyat miskin (anti-kapitalis).
Kritik terhadap Stalinisme: Tan Malaka, seperti Trotsky, mengkritik teori Sosialisme di Satu Negeri (Stalin) dan menolak gagasan bahwa revolusi sosialis dapat dibangun secara terpisah dari perjuangan kelas dunia. Ia lebih menekankan pada solidaritas internasional kaum buruh.
Penyatuan Nasional dan Kelas: Tan Malaka menggabungkan nasionalisme Indonesia dengan Marxisme. Ia meyakini bahwa kaum buruh, tani, dan borjuis kecil harus bersatu di bawah kepemimpinan kaum buruh untuk mencapai kemerdekaan, sebuah ide yang selaras dengan semangat revolusi Trotsky yang melintasi batas nasional.
Madilog (Materialisme Dialektis): Meskipun bukan karya langsung Trotsky, pemikiran Tan Malaka tentang cara berpikir logis dan materialistis yang bebas dari dogma agama atau ideologi sempit mencerminkan semangat pemikiran Marxis ortodoks yang diperjuangkan Trotsky.
Semangat Muda (1926): Naskah ini menunjukkan program nasional yang menggabungkan perjuangan politik (nasional) dengan perjuangan kelas, menyatukan kelas-kelas tertindas di Indonesia sebagai inti revolusi, yang mencerminkan visi revolusioner ala Trotsky.
Perjuangan Anti-Imperialisme: Tan Malaka melihat imperialisme sebagai musuh utama, dan ia menuntut perjuangan tanpa kompromi melawan kekuatan kolonial, sebuah sikap yang konsisten dengan pandangan Trotsky tentang revolusi dunia.
Perbedaan dan Jalan Sendiri:
Meskipun dipengaruhi, Tan Malaka akhirnya memilih memisahkan diri dari Komintern dan PKI karena ketidaksetujuannya dengan arah politik Moskow di bawah Stalin.
Ia mengembangkan pemikirannya sendiri yang lebih adaptif dengan kondisi Indonesia, seperti pembentukan Persatuan Perjuangan, yang bertujuan untuk melawan perundingan dengan Belanda (Perjanjian Linggarjati) dan menuntut kemerdekaan penuh, mencerminkan sikap radikal anti-kolonial yang independen.
Singkatnya, Trotsky memberikan kerangka ideologis bagi Tan Malaka tentang bagaimana revolusi harus berjalan secara permanen dan menyatu, namun Tan Malaka mengadaptasinya secara independen untuk konteks perjuangan kemerdekaan Indonesia, menjadikannya pemikir revolusioner yang unik dan tidak sepenuhnya terikat pada Moskow.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar