Sumatra, Penerbitmajas.com – Paru-paru hijau Sumatra kini tengah berada dalam kondisi kritis. Deforestasi masif yang dipicu oleh konversi lahan besar-besaran—terutama untuk ekspansi perkebunan kelapa sawit—telah melenyapkan puluhan ribu hektare hutan alam di berbagai provinsi, mulai dari Aceh hingga Sumatera Barat.
Fenomena ini bukan sekadar hilangnya pepohonan, melainkan sebuah perubahan lanskap yang memicu rentetan bencana hidrometeorologi. Belakangan, isu ini kembali mencuat ke permukaan setelah sejumlah influencer internasional menyoroti kerusakan ekosistem di Sumatra, memicu gelombang desakan global agar pemerintah segera memperketat tata kelola hutan dan penegakan hukum.
Akar Permasalahan: Kebijakan dan Ekspansi
Kerusakan hutan di Sumatra tidak terjadi secara organik, melainkan akibat tekanan industri dan regulasi yang melonggar:
Dominasi Industri Sawit: Ekspansi perkebunan sawit masih menjadi faktor tunggal terbesar yang melahap area hutan alam.
Dilema Regulasi: Implementasi kebijakan baru, seperti UU Cipta Kerja, dinilai banyak pihak justru memperlemah fungsi kontrol dan mempermudah izin alih fungsi lahan yang seharusnya dilindungi.
Lemahnya Tata Kelola: Pengawasan di lapangan yang tidak efektif menciptakan celah bagi eksploitasi hutan tanpa kendali.
Dampak Berantai: Dari Banjir hingga Badai
Konsekuensi dari gundulnya hutan Sumatra mulai dirasakan langsung oleh masyarakat dan lingkungan:
Bencana Hidrometeorologi: Tanpa akar pohon untuk menahan air, wilayah Aceh, Sumut, dan Sumbar kini menjadi langganan banjir bandang dan tanah longsor.
Krisis Habitat: Satwa endemik seperti Gajah Sumatra kian terdesak. Konflik antara manusia dan satwa meningkat seiring menyempitnya ruang hidup mereka.
Anomali Iklim: Para ahli dari BRIN mensinyalir bahwa hilangnya tutupan hutan menyebabkan perubahan pola cuaca, termasuk meningkatnya frekuensi badai tropis yang langsung menerjang daratan Sumatra.
Potret Kerusakan Wilayah (Data 2001-2024)
Angka-angka berikut menggambarkan skala kerusakan yang mengkhawatirkan:
Aceh: Dalam rentang 1990-2020, Aceh telah kehilangan lebih dari 700.000 hektare hutan.
Sumatera Utara: Tutupan hutan hanya tersisa sekitar 29% pada 2020, dengan kondisi Ekosistem Batang Toru yang kini berada di titik kritis.
Sumatera Barat: Mencatatkan kehilangan tutupan pohon seluas kurang lebih 740.000 hektare sejak tahun 2001 hingga 2024.
Memutus Rantai Kerusakan: Langkah ke Depan
Memulihkan Sumatra membutuhkan komitmen lintas sektoral yang tidak sebentar. Beberapa solusi mendesak yang diusulkan meliputi:
Ketegasan Hukum: Menindak tegas pelaku penebangan ilegal dan korporasi yang melanggar batas konsesi.
Restorasi Ekosistem: Mempercepat Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) secara masif dan berkelanjutan.
Moratorium Izin: Meninjau kembali dan mengendalikan izin tata ruang agar selaras dengan prinsip pelestarian lingkungan.
Evaluasi Kebijakan: Melakukan revisi terhadap regulasi yang memicu deforestasi serta mengembalikan sistem check and balance dalam pengelolaan sumber daya alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar