Inti dari misi Kristen, yang sering disebut sebagai Amanat Agung, bukanlah sekadar anjuran, melainkan sebuah Perintah Langsung dan Jelas dari Yesus Kristus kepada para pengikut-Nya.
Perintah ini secara spesifik menugaskan mereka untuk menjadikan semua bangsa sebagai murid, sebuah proses yang mencakup pembaptisan dalam nama Tritunggal Mahakudus dan pengajaran untuk menaati setiap ajaran Kristus.
Landasan dari tindakan ini adalah Otoritas dan Kuasa Yesus, serta janji-Nya akan Penyertaan yang senantiasa hadir saat perintah tersebut ditaati. Ironisnya, perintah yang begitu mendasar dan kuat ini sering kali tidak diprioritaskan oleh banyak gereja.
Dalam praktiknya, setiap gereja mengaku telah melakukan pemuridan, namun metode yang diterapkan sangat bervariasi, memunculkan pertanyaan tentang efektivitasnya.
Banyak institusi berpandangan bahwa ibadah dan khotbah rutin mingguan sudah merupakan bentuk pemuridan.
Perbedaan juga terlihat jelas dalam format kelompok kecil: ada yang membatasi hingga 12-15 orang, sementara model yang lebih intensif membatasi hanya 5 orang.
Pengalaman menunjukkan bahwa metode pemuridan yang terlalu intensif dan fokus pada pendalaman Alkitab secara keras seringkali dianggap "memusingkan" atau "seperti sekolah" oleh anggota muda.
Sebaliknya, pendekatan yang berfokus pada khotbah inspiratif, yang penuh semangat dan penekanan pada identitas diri dalam Kristus, terasa lebih menggembirakan dan membangkitkan motivasi.
Hal ini membawa kita kembali merenungkan fokus awal Yesus. Untuk misi global, Dia memilih untuk berfokus dan mengembangkan beberapa orang (kesebelas murid), meskipun catatan Alkitab sendiri menyebutkan bahwa beberapa dari mereka masih diliputi keraguan.
Strategi Rasul Paulus kemudian memberikan kerangka kerja yang lebih terstruktur dengan membagi tugas berdasarkan karunia:
Penginjil (Evangelis) yang bergerak di lapangan, Pendeta/Gembala yang bertugas menggembalakan jemaat, serta peran Guru dan anggota jemaat biasa.
Pembedaan ini menyiratkan bahwa menuntut seorang pendeta (yang berfokus pada penggembalaan jemaat) untuk memimpin pergerakan penginjilan secara besar-besaran adalah hal yang tidak tepat.
Penginjilan sejati tidak harus eksklusif dilakukan oleh Evangelis. Seorang anggota jemaat biasa, seperti seorang ibu rumah tangga, dapat melakukan penginjilan yang kuat kepada orang-orang di sekitarnya melalui kesaksian hidup dan ketaatan yang tulus. (Yonathan Rahardjo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar