Penerbitmajas.com - Lilin-lilin menari di altar, memancarkan cahaya lembut yang memeluk setiap sudut gereja. Aroma kemenyan yang samar-samar, berpadu dengan wangi bunga lili di hadapan patung Bunda Maria, menciptakan suasana khusyuk yang menenangkan. Jemaat memadati bangku-bangku kayu, sebagian menunduk dalam doa, sebagian lagi mengangkat wajah, meresapi setiap kata yang mengalir dari mimbar.
Di depan, seorang pastor berjubah hijau memimpin ibadah dengan khidmat. Suaranya yang tenang namun berwibawa mengisi ruang, membawa pesan-pesan suci yang menyentuh hati. Para misdinar muda dengan seragam putihnya bergerak sigap, membantu pastor dalam setiap ritual. Di layar besar di sisi mimbar, lirik lagu pujian terpampang jelas, mengundang jemaat untuk bersatu dalam melodi dan doa. Beberapa ibu, dengan seragam biru rapi, bergerak di antara bangku-bangku, dengan senyum ramah mengumpulkan persembahan, bagian dari tradisi yang mempererat tali persaudaraan.
Setiap wajah di gereja itu memancarkan ketenangan. Ada yang tertunduk, merenungi dosa dan memohon ampunan. Ada yang mendongak, menatap salib agung di atas altar, mencari kekuatan dan pengharapan. Ada pula yang tampak fokus, mendengarkan homili yang disampaikan pastor, mencoba memahami makna hidup dan panggilan Ilahi.
Saat lagu pujian berkumandang, suara-suara jemaat bersatu, mengisi gereja dengan harmoni yang menggetarkan. Tangan-tangan diangkat, mata terpejam, hati terbuka. Ada kekuatan tak terlihat yang mengalir, menghubungkan setiap jiwa dalam satu ikatan iman. Dalam keheningan yang syahdu, di antara nyala lilin dan aroma dupa, mereka menemukan kedamaian, menemukan makna, dan menemukan kehadiran yang Maha Kuasa. Waktu seolah berhenti, hanya ada saat ini, di mana jiwa-jiwa menyatu dalam doa dan pujian, di bawah naungan kasih Ilahi. (Yonathan Rahardjo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar