Senin, 28 Juli 2025

Berbagi Keheningan Yang Nyaman

Penerbitmajas.com - Gelap mulai merayap, menelan sisa-sisa cahaya senja yang tersisa di luar. Di dalam rumah yang berlantai keramik putih, dua bayangan lelaki duduk bersila, berbagi keheningan yang nyaman. Udara malam yang mulai dingin tak terasa menusuk, terhalau oleh kehangatan persahabatan yang telah lama terjalin.

Lelaki yang satu, dengan kemeja batik bermotif dedaunan, memegang sebatang rokok yang ujungnya menyala kemerahan. Asap tipis mengepul, menari sebentar di udara sebelum menghilang ditelan kegelapan sudut ruangan. Matanya menerawang, mungkin menelusuri jejak-jejak masa lalu yang terukir di benaknya, atau mungkin merangkai asa untuk hari esok yang belum tiba. Senyum tipis tersungging di bibirnya, entah karena kenangan manis atau sekadar rasa puas akan ketenangan yang merengkuh.

Di sebelahnya, lelaki lain dengan kaos oblong hitam dan celana selutut berwarna terang, tampak lebih tenang, lebih membumi. Ia sedang memegangi sebuah mangkuk kayu kecil, jarinya sesekali menyentuh isinya. Wajahnya menampakkan keriput waktu yang mengukir kisah hidup, namun sorot matanya tetap memancarkan kebijaksanaan dan kedamaian. Ia seolah penyeimbang, jangkar bagi gejolak pemikiran temannya.

Ruangan itu sendiri bercerita banyak. Dinding hijau pastel yang mulai memudar, lemari kayu berukir yang berdiri kokoh menjadi saksi bisu, dan sebuah cermin di kejauhan yang memantulkan bayangan buram. Semua elemen itu menciptakan atmosfer pedesaan yang kental, tempat waktu bergerak lebih lambat, dan percakapan tak selalu membutuhkan kata-kata.

Mungkin mereka tak sedang membicarakan hal besar. Mungkin hanya sekadar obrolan ringan tentang sawah yang mulai menguning, cucu yang baru pandai berjalan, atau kabar dari tetangga sebelah. Atau bisa jadi, tak ada sepatah kata pun yang terucap. Hanya hembusan napas, desir angin malam yang masuk melalui celah pintu, dan suara jangkrik di kejauhan yang mengisi ruang.

Di antara mereka, ada kebersamaan yang tak lekang oleh waktu, ikatan yang lebih kuat dari sekadar darah. Mereka adalah dua jiwa yang telah menemukan rumah dalam persahabatan, tempat mereka bisa menjadi diri sendiri, berbagi beban dan kebahagiaan, dalam diam sekalipun. Malam terus beranjak, namun kehangatan persahabatan itu takkan pernah padam, terus menyala seperti bara rokok yang dihisap perlahan, menghangatkan jiwa di tengah dinginnya malam. (Yonathan Rahardjo)


Tidak ada komentar:

Paling Baru