Dulu saya sering menjadi juri lomba baca puisi. Di situ ada kriteria penilaian. Penjiwaan, pengucapan, penampilan. Seperti kata Galileo Galilei semua hal dapat diangkakan. Maka penilaian diberikan dengan angka demi angka berdasar kriteria. Pada akhir penilaian untuk menentukan juara, juri memaparkan penilaian umum berdasar kriteria. Disampaikanlah kritik dan masukan. Maka jadilah, kritik pun berlaku. Saat ini saya menulis proses kritik itu dalam tulisan gaya saya. Ini kusebut seni. Kritik yang kulakukan sudah menjadi seni. Ada banyak cara untuk berkesenian. Sesungguhnya saat mengkritik pun ada cara yang berseni. Seni itu ibarat ada 1000 dokter berarti ada 1000 diagnosis untuk suatu penyakit. Penyakitnya sama, tetapi diagnosisnya dapat bermacam-macam. Pemeriksaan kesehatan oleh dokter juga sebuah seni. Apalagi kritik terhadap karya seni. Bukankah yang kita maksud dengan sastra adalah sebuah seni? Mengapa tidak mau memakai seni untuk mengkritik sebuah karya seni? (YR)
Artikel terkait: Seni Kritik Sastra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar