Selasa, 08 April 2025

Motivasi Kita Suci Menjawab Kelangkaan Kritik Sastra

Sejak ada teknologi AI, Hu, kujumpai seorang yang sangat rajin membuat lukisan AI dan tulisan AI. Tulisan AI? Ya, aku ragu itu tulisannya sendiri. Lukisan AI saja diakuinya sebagai lukisannya meski ada titel dengan menggunakan AI. Lagi pula aku lihat ia rajin sekali membuat tulisan yang sangat panjang tentang berbagai hal dengan data yang detail. Aku yakin itu tidak terbebas dari dominasi sentuhan AI. Kalaupun kita menulis di grup WA Seni Kritik Sastra ini, memang dibantu AI hanya sebagai pengganti mesin ketik zaman kita membuat artikel tahun 1980-an yang kita kirim ke media massa untuk mendapat honor. Beda dengan tulisan kita yang menggunakannya sebagai mesin ketik, terhadap tulisan dibantu AI macam bukan kita itu, memang komplet dan runtut, tetapi aku merasa ada kurangnya. Seperti makan sajian restoran hotel berbintang lima. Lebih enak masakan istri sendiri, Hu. Aku jadi malas baca tulisan orang yang rajin menulis karena bantuan AI itu. Lebih baik aku membaca sambil mencari artikel terkait di google, itu lebih melatih kecerdasan. Bahkan sejak dari dalam pikiran kita sudah membela kejujuran dan keadilan. Tidak adil dong Hu, saat kita menulis sebegitu mewah ternyata itu semua berkat bantuan AI. Meski banyak pembelaan terhadapnya bahwa untuk minta AI membantu itu juga dibutuhkan kata kunci dari kita sendiri sebagai pembuktian keaslian ide juga dari pikiran kita sendiri. Ah Hu, aku yakin dengan sering kita bahas seni kritik sastra, maka AI juga akan mencuri pikiran kita. Kan tempo hari ada yang memposting titel seni kritik sastra. Hahaha. Gerakan kita sudah menjadi virus nih, Hu. Aku sekarang menulisnya di kamar kecil, kok, Hu, sambil buang hajat. Ya, di mana saja aku menulis di WA HP. Yang paling nyaman memang yang telentang di atas kasur. Bukan terlentang ya Hu. Terima kasih atas koreksi secara tidak langsung darimu. Gerakan seni kritik sastra juga senyawa dengan hal ini. Karena motivasi kita suci. Menjawab kelangkaan kritik sastra oleh karena terlalu dominan nafsu teman-teman kita dikenal sebagai sastrawan. (YR)

Artikel terkait: Seni Kritik Sastra

Tidak ada komentar: