Cari Blog Ini

Jumat, 04 April 2025

Imajinasi Sastra

Tadi kubicarakan tentang air. Kini ikan. Ada Deny manusia ikan, suka kubilang ini, manusia ikan saat kuberbincang di Rumah Sakit Hewan Jakarta lantai 2, dulu selama 7 tahun. Kini kudekat dengan pengarang Lelaki Ikan. Kisah kegilaan yang sebabkan keluarga bantai keluarga sendiri. Ini kritik juga untuk sastra kita yang suka bantai teori nenek moyang dengan teori barat. Hudan Hidayat pengarangnya paham betul masalah universal ini. Homo homini lupus. Manusia adalah pemangsa bagi sesamanya. Bahkan saudara sendiri. Mau bantai kan perlu tidak perlu retorika. Dengan jilatan beracun, awalnya manis, belakangnya ganas. Mungkin tak terasa. Ini politik antar saudara. Siapapun dapat melihat di tempat masing-masing. Mengapa disebut lelaki ikan, terkadang kau tak perlu bertanya pada penulisnya, ikan apa. Seperti kasus website yang sudah kuposting di banyak grup sastra tadi. Kalau masih bertanya, berarti kau tak punya imajinasi. Enyah saja dari dunia sastra. Tekuni saja jurnalistik. Maaf ini tangan besi. Sastra kita telah tumbuh di tangan wartawan. Tetapi mereka juga yang membelenggu sastra. Aku juga wartawan, tapi aku tidak tempatkan kaidah jurnalistik di makom sastra. Hudan tahu betul dunia gila macam ini. Maka ditulisnya 25 cerpen dalam kumpulan cerpen Lelaki Ikannya. Ini penting kawan, agar kau buka jendela. Mungkin di bawah ranjangmu ada ikan. Karena ternyata ranjang itu terlentang di atas kolam. Biasanya orang menulis juga dengan maksud sebaliknya. Jadi semacam gaya bahasa. Hudan bilang pembantaian keluarga oleh keluarga. Tapi ia isyaratkan itu jangan dilakukan. Sebaik apapun motivasimu memperingatkan teman, tetap pelihara imajinasi. Agar kau tidak tergolong orang yang merugi akibat suudzon, bukan khuznuzon. (YR)

Artikel terkait: Seni Kritik Sastra

Tidak ada komentar: