JOHANNESBURG, Penerbitmajas.com - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Johannesburg, Afrika Selatan, pada Sabtu (22/11/2025), mencatatkan momen bersejarah. Untuk pertama kalinya, KTT ini digelar di tanah Afrika, berkat kepemimpinan Afrika Selatan sebagai pemegang Presidensi G20. Di tengah gelaran yang mengusung tema “Solidaritas, kesetaraan, dan keberlanjutan” ini, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka memimpin delegasi Indonesia, sebuah penyimpangan dari tradisi di mana kepala negara selalu hadir sejak 2008.
Dalam pidato perdananya yang berdurasi tiga menit di hadapan puluhan pemimpin dunia, Wapres Gibran menyampaikan apresiasi mendalam kepada Presiden Cyril Ramaphosa atas penyelenggaraan yang luar biasa. Ia menegaskan, KTT di Afrika ini adalah "tonggak sejarah" yang menandai pergeseran mendalam:
"Global South tidak lagi menjadi penonton, tetapi mitra penggerak dalam tata kelola global."
Indonesia, yang baru saja menyelesaikan amanah Presidensi G20 tahun 2022, menekankan filosofi pembangunan yang adil dan inklusif. Wapres Gibran menggarisbawahi perlunya pertumbuhan global yang mengangkat harkat dan martabat setiap bangsa.
Dalam isu krusial pendanaan iklim, Wapres memaparkan komitmen nyata Indonesia. Lebih dari separuh anggaran iklim nasional, atau sekitar $2,5 miliar setiap tahun (sekitar Rp41,7 triliun), dialokasikan untuk mendukung UMKM hijau, asuransi pertanian, dan infrastruktur tahan iklim. Ia mendesak G20 untuk memastikan pendanaan iklim yang "lebih mudah diakses, dapat diprediksi, dan setara" bagi negara berkembang, melalui mekanisme seperti pengurangan utang, blended finance, dan transisi hijau.
Wapres Gibran juga memamerkan keberhasilan inovasi domestik, seperti sistem pembayaran digital QRIS yang terbukti mendorong inklusi keuangan. Menghadapi era teknologi baru seperti aset kripto dan token digital, ia mengusulkan agar G20 memulai dialog tentang ekonomi kecerdasan (intelligence economy).
Penutup pidato Gibran merangkum semangat kemandirian dan kesetaraan:
"Indonesia percaya bahwa setiap negara berhak untuk menentukan jalur pembangunannya sendiri karena tidak ada model tunggal yang cocok untuk semua... Kerja sama harus memberdayakan, bukan mendikte. Kerja sama harus mengangkat, bukan menciptakan ketergantungan." (YR)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar