Berdasar pengalaman (empirisisme) sedari mengenal pelajaran agama waktu SD, pusat keagamaan adalah pada hal ini: hidup benar di hadapan Tuhan. Di agama Islam (karena tidak ada pelajaran agama Kristen saat saya SD), intinya pada menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Bahkan di pelajaran agama Kristen sedari SMP dan gereja serta persekutuan doa, cara pandang orang Kristen pun sama.
Apalagi kalau ikuti kisah Zakaria dan Elisabet di kitab Lukas pasal 1. Kalau baca hanya di ayat-ayat itu memang dikatakan hidup benar di hadapan Allah berarti hidup seturut perintah dan ketetapan Allah. Maka biasanya umat Kristen juga terkotak pemahamannya dalam kekristenan juga hidup benar di hadapan Allah ya harus begitu. Sayangnya lantas perhatian cuma tertuju pada perintah Allah itu ya hukum-hukum taurat yang benar dan salah itu. Padahal ada dimensi lebih agung dari sekedar itu, tetapi perintah Allah dalam perspektif berrelasilah (berhubunganlah) dengan Allah. Hukum kasih bilang kasihi Allah dengan segenap hati, jiwa dan akal budi. Tidak mungkin mengasihi-Nya kalau tidak berhubungan dengan-Nya. Maka langkah mendasar hidup benar di hadapan Allah sesungguhnya adalah berhubunganlah dengan-Nya. Setelah itu baru ketahuan benar-tidaknya kita berhubungan dengan-Nya. Bukan sekedar berhubungan dengan perintah dan ketetapan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar