Rabu, 16 April 2025

Tokoh Awal Mula Sastra Indonesia Modern

Terjaga dari tidur. Sayang, sebetulnya harus tidur lagi karena masih pukul dua tepat. Masih ada waktu untuk bermimpi titiyani sampai pukul tiga pagi. Tetapi Vitta berdoa, aku harus tidak tidur saat seperti ini. Maka kutulis ini.

Tentang judul bukuku fix: Seni Kritik Sastra: Gerakan seni kritik sastra dipelopori Hudan Hidayat dan Yonathan Rahardjo. Jadi judul utama Seni Kritik Sastra. Sub judulnya Gerakan seni kritik sastra dipelopori Hudan Hidayat dan Yonathan Rahardjo. Untuk karya Prof. Hudan, hak prerogatif beliau. Dalam imajinasiku, judul boleh sama. Banyak buku di mana-mana yang berjudul sama. Mungkin pembedanya adalah pada sub judul. Sip dan merdeka. Semua wewenang Prof. Hudan. Dan gerakan kami sudah jalan. Dengan hadirnya dua buku pada perkenalan kepada umum tentang Seni Kritik Sastra nanti sudah ada dua penandanya. Buku seni kritik sastra itu sendiri. Aku jadi ingat tokoh-tokoh sejarah sastra Indonesia selain HB Jassin dan Bakri Siregar yang telah kutulis. Yaitu A. Teeuw yang berpendapat selain  sastra Indonesia ada sastra di Indonesia. A Teeuw menganggap naskah Melayu dan Jawa kuno bukanlah masuk sastra Indonesia, tetapi sastra di Indonesia. Aku tidak sependapat dengan ini. Kalian juga tidak perlu sependapat. Ingat berjiwa UUD 1945, bahasa Indonesia disusun oleh bahasa-bahasa daerah. Maka karya sastra yang telah kusebut itu pun sastra Indonesia. Sedangkan tokoh awal mula sastra Indonesia modern perlu kutambahi satu lagi menurut Bakri Siregar, yaitu Mas Marco Partodikromo. Jadi ada tiga: Mas Marco, Semaun, Rustam Effendi. Kalau mau konsisten bahwa karya Melayu dan Melayu Tionghoa juga sastra Indonesia bukan sastra di Indonesia, Bakri Siregar perlu memikirkan ulang tentang Abdullah Bin Abdulkadir Munsyi. Bakri sempat ragu Abdullah sebagai tokoh awal sastra Indonesia modern yang mengkritik bangsawan Melayu dan kesewenangan raja tetapi memuji penjajah Inggris sebagai berkemanusiaan dan bijaksana. Keraguannya sirna, karena Abdullah memuji penjajah ini. Maka Abdullah ditempatkan hanya sebagai penutup sastra Indonesia lama. Sastra Indonesia baru dimulai dari Mas Marco yang benar-benar anti penjajah dan kalangan feodal. Bandingkan dengan pilihan HB Jassin yang memulai dari  Marah Roesli dengan Siti Nurbaya, dan akhirnya Taufiq Ismail memilih Abdoel Moeis dengan Salah Asuhan sebagai Bapak Sastra Indonesia. Wah wah wah. Bongkar pikiranmu!

Tidak ada komentar: