Jumat, 04 April 2025

Pengkritik Warungan

Seni kritik sastra lahir guna menjawab kelangkaan kritik sastra di Indonesia. Sebagai disiplin ilmu budaya, bagaimana pun pengkritik karya sastra akan terbatasi gerak kritiknya sesuai teori yang dipakukan oleh ilmuwan seni sastra. Kritik mesti dapat diukur berdasar kaidah yang ketat latar belakang masalah, perumusan masalah, tinjauan pustaka, materi penelitian, metodologi penelitian, penetapan hasil penelitian, analisis dan pengujian, pengambilan kesimpulan, kesimpulan dan saran. Jelas semua mesti mengikuti kaidah ilmiah. Berefek pembahasan menjadi kaku. Unsur imaji disingkirkan guna objektivitas berjarak antara peneliti dan tang diteliti. Semua menjadikan kritik sastra tidak mudah dilakukan oleh siapa pun yang bukan akademisi sastra. Padahal kritik juga dapat dilakukan oleh tukang becak. Kritik yang subjektif ala warung kopi. Kalau kau suka mengopi di warung kopi, kau akan rasakan sensasi keindahannya. Tak takut direndahkan kan, dirimu, menjadi pengkritik warungan. Aku memilih jalan ini, karena sastra bukan cuma milik akademisi sastra. Sastra juga milik penjual kopi yang semok dan bahenol. Si cantik ini berhak melontarkan kritik sastra disertai ayunan jemarinya yang lentik menyeduh kopi untukku pembela seni kritik sastra. (YR)

Artikel terkait: Seni Kritik Sastra

Tidak ada komentar: