Selasa, 29 April 2025
MI GODOG PAK ATENG
Mi godok Pak Ateng. Tulisannya godog. Kupilih godok tanpa melihat KBBI. Kubaca puisi Hampa dimulai dengan kata Sri. Ada listrik lemah arus mengalir di dadaku. Kuteruskan baca. Wah pasti ini bukan puisi anak SMP ini. Kucek google melacak pencurian artikel. Nah betul. Ini puisi Chairil Anwar. Besoknya buku sudah harus naik cetak. Baik kuganti saja isi puisi itu. Tidak ingin kukabari gurunya. Nanti mengganggu kesan kebahagiaan penerbitan buku literasi ini. Biar kusalahkan diri sendiri. Sejak aku menekuni novel, jarang kubaca puisi. Cengeng. Seperti kata Pramoedya Ananta Toer. Maka terhadap puisi Chairil Anwar yang sedang diperingati harinya sebagai hari puisi saat tulisanku kubuat ini, meski ada aliran listrik dadaku terkait dengannya, aku harus memeriksa terlebih dulu di google untuk menangkap pencurian terhadapnya. Aku mengkritik diri sendiri. Sebagai pelopor Seni Kritik Sastra harusnya kurubuhkan tembok pembacaan seperti zaman dulu saat aku masih dinilai Damhuri Muhammad berlatar penyair saat kuserahkan draft novel Lanangku untuk diterbitkan di Koekoesan-nya Rieke Diah Pitaloka. Aku lepaskan khongguanku saat itu karena aku tak mau disuruh mengedit tulisanku sendiri. Kalau mau menerbitkan novelku, kau edit, edit saja sebagai editor penerbit. Jangan menyuruh aku merusak tulisanku sendiri. Kasus ini tidak setara dengan kasus pencurian puisi Chairil tadi. Juga dengan kasus saat penyerahan tulisan usai pelatihan ada siswa menyerahkan puisi Doa karya terkenal Chairil juga. Yang ini aku hafal sejak juara lomba deklamasi sekecamatan saat SD. Ini pesan moralku untuk semua kritikus sastra: Pakai intuisi terhadap semua kejanggalan fenomena karya sastra. Pasti ia bersuara. Maka meski Pak Ateng menulis Mi Godog di spanduk jualannya, aku memilih godok.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar