Terima kasih Bunda Yeyen. Ini sangat keren. Menarik ilmu apa pun ke ranah sastra. Dilakukan oleh banyak orang dari masa ke masa. Kini Hudan Hidayat menarik ilmu kritik sastra ke sastra itu sendiri. Wow superkeren. Bukan sekedar ilmu yang memutari sastra, tetapi ia sastra, seni sendiri. Dulu waktu Prof. Apsanti yang guru besar sastra Prancis Universitas Indonesia memberi blurb pada novelku, beliau menyambut gembira ada langkah menarik dunia kedokteran hewan ke sastra. Yang saat itu jarang. Bahkan nyaris tiada. Demikian juga saat bedah buku Rahmat Ali yang kuterbitkan, yang menarik dunia marinir ke sastra. Tematik. Kita butuh tema-tema yang kaya untuk sastra kita. Kini apakah upaya Hudan Hidayat menarik ilmu kritik sastra menjadi seni sastra dapat disebut juga sebagai hal tematik juga? Terlepas dari perbedaan di antara teman-teman di grup WA ini, yang peru digarisbawahi adalah pernyataan Bunda Yeyen itu, menghidupi dan menghidupkan sastra. Persis yang dilakukan Hudan Hidayat sepanjang umurnya, dia bertaruh hidup untuk menghidupi dan menghidupkan sastra dengan tulisan-tulisan sastranya. Dia tidak main-main. Maka dia sterilkan diri dari sosiologi sastra di luar intrinsik sastra. Aku tak mampu seperti itu, tetapi selalu tarik ulur tentang hal ini. Tetapi Hudan? Kita amati sendiri semua tulisannya. Ia menusuk tajam dengan jarum suntiknya untuk menjangkau unsur piko, lebih kecil dari nano, apalagi inti atom, apalagi atom. Apalagi sel. Dan Bunda Yeyen dengan cantik mengungkap pemahaman Bunda tentang langkah Hudan ini. Alhamdulillah! (YR)
Artikel terkait: Seni Kritik Sastra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar