Bagaimana soal edukasi kepada orang yang tidak sanggup memaknai karyaku? Tidak ada orang yang tidak sanggup, semua sanggup memaknai. Tetapi secara berbeda, tergantung referensi dan preferensi yang dimilikinya. Baik. Jadi begitu jugakah cara menjawab kritik seseorang terhadap karya kita?
Cukup bilang terima kasih, lalu sampaikan apakah kritik itu berkesempatan untuk diskusi sesuai referensi dan preferensi masing-masing. Untuk debat? Boleh. Diskusi atau debat bukan untuk membela karya yang dikritik. Tetapi untuk memetakan kerangka pemikiran yang membentuk karya itu. Wah betul-betul objektif ya pola ini. Katanya seni itu subjektif, sedangkan yang objektif itu ilmu, kok jadi begini? Ya lah, biar kelihatannya berilmu. Masa orang seni tidak boleh mempunyai ilmu. Betul-betul orang tidak berseni. Waktumu untuk berkarya sudah habis. Kini saatnya orang menilaimu bukan karyamu. Bahwa ternyata kamu tidak mampu berkarya sekelas karya utamamu. Untung aku sedang fly dan mengantuk menunggu Vitta yang sedang menyetrika pakaian kami untuk Kamis Putih besok. Sehingga aku dapat berpendapat objektif atau subjektif menilai suatu karya dapat punya alasan bersifat campuran. Kalau kau anggap berdasar universalitas karya seni itu salah alat ukur, cobalah tidak selalu memakai penggaris untuk membantu menulis kata-kata yang kau sebut ilmu. Di sini jelas, mengucap terima kasih atas kritik terhadap karya kita, bukan jalan terakhir kritik sastra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar