Sabtu, 19 April 2025

Cara Membuat Puisi yang Baik dan Benar

Nama-nama sastrawan Indonesia kusebut hari ini saat melatih siswa-siswi SMPN 2 Sugihwaras Kabupaten Bojonegoro menulis puisi dan cerpen. Marah Rusli, Asrul Sani, Taufiq Ismail, Chairil Anwar, Sutardji Calzoum Bachri, Afrizal Malna. Dalam konteks apa nama mereka kutulis di sini sehingga layak dalam bahasan seni kritik sastra? 

Ini klunya. Karena ada seorang siswi bertanya di sesi tanya-jawab sebelum kupungkasi pelatihan. Siswi itu bernama Anggi. Dia bertanya, "Pak, bagaimana cara membuat puisi yang baik dan benar?" Karena Prof. Hudan Hidayat sudah cabut dari sini, maka saya tidak akan menulis perikop-perikop buku seni kritik sastra secara lengkap lagi di grup WA Seni Kritik Sastra. Hanya akan kutulis secara lengkap di penerbitmajas.com. Cukup awal tiap perikop yang saya posting di grup WA Seni Kritik Sastra. Nah, nama-nama sastrawan itu kutulis secara kontekstual. Sekaligus mengkritisi sistem kemunculan mereka dalam sejarah sastra Indonesia sesungguhnya tidak ada hubungannya dengan gelar akademis mereka. Tetapi lebih karena karya mereka. Awalnya, dalam bahasa  saya, dalam pembukaan acara Kepala Sekolah memuji saya sebagai seorang dokter hewan yang punya keterampilan menulis puisi dan cerpen (sastra) sehingga menjadi narasumber dalam pelatihan itu. Maka tiba giliran saya, saya katakan dalam sejarah sastra Indonesia versi HB Jassin tokoh-tokoh besar Marah Roesli novelis Siti Nurbaya, Asrul Sani tokoh sastra angkatan 45, Taufiq Ismail penyair angkatan 66... semua adalah seorang dokter hewan. Kritik yang ingin saya sampaikan, masyarakat sering memisahkan sastra dari profesi lain yang kelihatannya jauh dari pendidikan dan pekerjaan penulis. Padahal sastra itu dapat muncul pada diri manusia apa pun latar belakangnya. Saya yakin Kepala Sekolah bukan termasuk kelompok yang memisahkan itu. Tetapi mengapresiasi profesi dokter hewan pun dapat memunculkan seorang penulis dan pegiat sastra. Kemudian soal penyair Chairil Anwar, Sutardji Calzoum Bachri, Afrizal Malna. Nama-nama ini saya sodorkan untuk menjawab bahwa cara menulis puisi yang baik dan benar itu sesungguhnya tidak ada. Kredo puisi Sutardji dan Afrizal sungguh berbeda dengan Chairil Anwar yang modifikasi bebas puisi lama pantun. Tetapi penguasaan basis puisi lama tetap dibutuhkan guna membangun dasar yang kuat penulisan puisi sebagai kesatuan utuh untuk membangun bentuk puisi baik lama, baru, modern maupun kontemporer. Kesadaran sejarah dengan hukum sebab akibat patut kita pegang sebagai umat beradab dalam dimensi apa pun. Termasuk sejarah Seni Kritik Sastra yang membuat saya tetap minta semacam endorsement pendek untuk buku Seni Kritik Sastra versi saya ini kepada Hudan Hidayat yang telah memulai langkah bersama saya dalam Gerakan Seni Kritik Sastra. Saya tak akan bilang kepada pembaca apakah Hudan akan melanjutkan penulisan Seni Kritik Sastranya atau tidak. Biar dia sendiri yang mengatakannya kepada pembaca. Dan saya cukup minta endorsement pendeknya itu karena saya tahu bila saya minta kata pengantar bisa saja dia mengirim tulisan panjangnya seperti dilakukan seorang penyair terhadap novel saya Lanang saat saya minta endorsement-nya (sifat endorsement ya pendek). Hal sama saya minta kepada Profesor Hudan Hidayat, blurb pendek saja, karena kalau kata pengantar sesungguhnya tulisan yang karyanya (kekayaan intelektualnya) itu cukup untuk menyusun bukunya sendiri. Sebagai versi-versi, dapat dimaknai itulah Seni Kritik Sastra.

Tidak ada komentar: