Catatan Jejak Dua Dewa Yunani Kuno yang Saling Tekan dan
Berdialektika Mencipta Energi d Tanganku dan Tanganmu
Oleh: Bekas pemain drama orang mabuk di SMP dan universitas
Umumnya masyarakat awam masuk golongan Apolonian dalam hal
seni/kesenian, yang berciri keteraturan. Seni/kesenian tidak hanya bersifat
teratur berketeraturan. Ketidakaturan menjadi aliran yang berlawanan, termasuk
dalam golongan Dionisian. Keduanya bernaung dalam paham seni mewakili tugas
tertinggi dan puncak metafisika idealis dalam kehidupan.
Sebuah lagu rohani terdengar seperti burung yang berkicau
selalu mengingatkan umat-Nya. Efek Apolonian pada lagu gereja dan Kekristenan
terasa karena lagunya teratur. Bagaimana nasib lagu yang terkesan tidak teratur
atau kacau?
Contoh nasib, tahun 1990-an banyak media massa Kristen membahas
lagu rock sebagai lagu setan. Penyembahan iblis. Iramanya kacau. Syairnya tidak
jelas dan bila dibolak balik merupakan syair pemujaan Iblis. Contoh nasib
kedua, sekelompok mahasiswa unit kerohanian Kristen pernah memainkan drama
kontemporer di sebuah kebaktian kampus, ditolak oleh pembina rohani mereka karena
dramanya penyajiannya seperti kacau.
Kedua contoh itu merupakan contoh efek Dionisian dalam seni
yang tidak teratur dan kacau. Dan, mayoritas Kekristenan menolak kekacauan itu
dalam seni lagu gereja. Bahkan ada pendalaman khusus lagu simfoni sebagai the
best dalam lagu gereja. Maka hanya Kristen progresif yang menerapkan efek
Dionisian yang terkesan kacau ini dalam ibadatnya. Maka karena minoritas di
kalangan Kristen, yang melegalkan efek Dionisian ini dianggap cenderung sesat.
Menjerit dan sejenisnya sering dikaitkan dengan kekacauan.
Padahal di kitab suci Kristiani Kitab Yesaya 15:5 fungsi menjerit dahsyat: “Aku
berteriak s karena Moab, pengungsi-pengungsi sudah sampai ke
Zoar, ke Eglat-Selisia. Sungguh, orang
mendaki pendakian Luhit sambil menangis; dan di jalan ke Horonaim orang
berteriak karena ditimpa bencana.”
Sementara umumnya kita menganut paham segala sesuatu indah
pada waktunya. Di sini jelas kekacauan dan atau ketidakkacauan adalah hal yang
dinamis. Filsafat keindahan memang progresif. Teori seni tercanggih, seni itu
memaknai (memberi pemaknaan) pengalaman termasuk pemaknaan inderawi. Tidak
berhenti pada seni adalah keindahan.
Teori seni sebelum yang terakhir ini (seni adalah pemaknaan
pengalaman), ada empat tahap seni: (1) Tiruan kenyataan, (2) Universalisasi
nilai-nilai individu (3) Nilai-nilai Ketuhanan (4) Bentuk yang bermakna.
Jadi seni bukan sekedar keindahan seperti yang dikenal awam
(contoh: lukisan pemandangan indah, gadis cantik paripurna). Bahkan kotoran
manusia juga bisa jadi seni. Contoh kotoran ini adalah Lukisan maestro Lukis
Indonesia (Affandi), menjadi salah satu masterpiecenya. Juga lukisan-lukisan
abstraknya yang lain, di mana letak keindahannya bila dibanding lukisan maestro
lain Basoeki Abdullah? Tapi lukisan Affandi adalah master seni lukis Indonesia.
Pemaknaan indah telah bergeser dari pengertian sebelumnya bila memaksakan seni tetap berarti keindahan. Manusia berdosa yang superjelek dan busuk juga indah, di mata Tuhan. Maka mana mungkin manusia menganggap manusia superbejat bukan indah. Jadi tergantung memaknainya.
Bukan hanya manusia, tetapi Anak Manusia yang Tuhannya manusia juga. Masih dalam kitab sucinya kaum Nasrani Kitab Yesaya 52:14 “Seperti banyak orang akan tertegun melihat dia--begitu buruk rupanya, bukan seperti manusia lagi, dan tampaknya bukan seperti anak manusia lagi—“
Ayat ini menunjuk Tuhan Yesus sesudah disiksa sebagai manusia sebelum disalib, untuk menebus manusia sesuai ayat yang lain Yohanes 3:16 “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Jelas di sini Maha jelek (= Maha kacau) yang Maha indah, wujud tertinggi Kesenian. Sekali lagi: Maha jelek yang Maha indah, wujud tertinggi Kesenian.
Mau tetap memaksakan keindahan itu indah, teratur, manis,
ayu? Ubah pemahaman dan pemaknaan Anda, bahwa seni itu memaknai pengalaman
termasuk pengalaman inderawi Anda. Pemaknaan Anda itu yang akan mengubah segala
sesuatu yang indah atau jelek, yang teratur atau kacau, adalah indah.
Selebihnya Anda mau berpegang pada agama apa pun yang Anda
percayai agar tidak jauh melenceng dari rambu-rambu keimanan dan kehidupan, itu
terserah Anda. Rambu-rambu agama Andalah yang akan mengoreksi syair, ajaran
suatu lagu misalnya, agar sesuai dengan pengajaran Agama Anda. Juga mengoreksi emosi
pembentuk suasana dan keadaan sesuai tempat dan waktu. Serta, roh-roh apa yang
Anda bolehkan masuk dalam karya seni bahkan hidup itu.
Secara filosofi budaya itu artinya mempersilakan dewa
keteraturan Apolo mengendalikan dewa kekacauan Dionisius dalam hidup Anda dan
tercipta kekuatan begitu indah. Bagaimanapun pertarungan keteraturan dan
kekacauan dalam diri dan antar kita itu adalah proses yang mematangkan diri
kita dan antar kita. Rasakan keindahan di zona bukan nyaman ini.
Bojonegoro, 18 Agustus 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar