Minggu, 31 Januari 2021

LUKISAN TAK BERBINGKAI 5



Dirampas Pak Makin, gambar Wiji ditumpuk bersama gambar siswa lain. Bagi Wiji selera Pak Makin istimewa. Hanya gambar-gambar yang bagus, tentunya yang menjadi koleksinya.
Hary juga dirampas gambarnya. Wiji ingat betul itu hingga 25 tahun kemudian ia ketemu lagi dengan Hary dan ia singgung hal ini. Hary malah bercerita tentang gambar Wiji yang masih disimpan sampai sekarang. 
”Gambar batik dengan dasar hijau,” katanya. 
”Aku sendiri lupa,” ucap Wiji.
Sebelumnya Hary menanyakan tentang lukisan wajah Wiji olehnya yang dulu diberikan kepada Wiji sebagai tanda cinta. Lukisan itu, dulu, dibungkus dengan kertas kado. Wiji sendiri lupa, apakah Hary memberikannya langsung atau dititipkan Darto yang menyampaikan surat cinta Hary. 
’Oh, aku ingat, lukisan itu diberikan langsung Hary langsung kepadaku. Ia sendiri yang langsung datang ke rumahku dan langsung memberikannya di ruang tamu,’ ingat Wiji.
Wiji, dulu diminta oleh Hary untuk membuka bungkus lukisan itu. Begitu ia robek perlahan kertas kado lukisan itu, pertama kali muncul warna merah muda sebagai latar belakang lukisan itu. Subyek lukisan adalah wajah Wiji, memakai topi sekolah SMP biru tua, putih dan lambang pendidikan. 
’Aku memakai seragam SMP. Bajuku putih dengan dasi silang berwarna biru.’
Lukisan foto Wiji menghadap ke kanan itu, jelas, foto dirinya saat upacara bendera. Hary rupanya punya koleksi foto ini. Wiji sebagai ajudan pembina upacara. Yang sangat kontras adalah warna latar belakang lukisan itu. Merah muda. 
’Teman sekelasku masa SMP ini menggunakan warna ini sebagai simbol cintanya padaku. Cinta yang diberikan secara diam-diam. Dan, baru ditunjukkan sekian lama waktu berselang, ketika kami sudah tidak duduk belajar di sekolah yang sama. Ia SMPP -yang kemudian berganti nama SMA Negeri 2- sedang aku SMA yang kemudian menjadi SMAN 1-,” lamun Wiji.
Hary mengingatkan Wiji tentang lukisan itu. Ia menanyakan bagaimana nasibnya. ”Kamu simpan di mana?” 
Wiji menjawab, ”Tidak tahu. Mungkin terlantar karena kepindahan-kepindahanku.”
Tapi Wiji masih ingat, lukisan itu tanpa bingkai.  

Tidak ada komentar: