SURABAYA, Penerbitmajas.com - Buku Rahim Kayu Berbisik bukan hanya sekadar buku kedua dari seorang penulis, melainkan sebuah manifestasi dari perjalanan rohani yang mendalam. Jauh sebelum tulisan-tulisan ini tersusun rapi dalam lembaran buku, ide-idenya telah berbisik dari ruang hening pelayanan, tempat di mana J. Ferlianto menemukan panggilannya. Di tengah keriuhan dunia, ia memilih untuk mendengarkan suara-suara lirih yang tersembunyi di balik lembar Kitab Suci dan sela-sela kehidupan, mengubahnya menjadi sebuah karya naratif yang menyentuh hati.
Nama J. Ferlianto mungkin masih baru di telinga banyak orang, namun di balik nama pena ini, tersimpan kisah Yose Ferlianto, seorang pendeta di Gereja MDC Surabaya yang rekam jejaknya kaya dan unik. Bagi Yose Ferlianto, menulis tidak pernah menjadi tujuan utama. Justru, ia melihatnya sebagai jawaban atas perjumpaan spiritual yang mendalam, sebuah proses alami dari kesadaran bahwa ia sedang dibentuk, sama seperti "kayu dalam bahtera" yang dipersiapkan untuk tujuan mulia: menjadi rumah bagi suara Allah.
Yose Ferlianto menjalani pendidikannya di berbagai bidang, mulai dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga (1994), Sarjana Sosiologi (2021) dan Sarjana Hukum (2024) dari Universitas Terbuka, hingga Magister Hukum (2023) dari Universitas Bhayangkara Surabaya. Meskipun memiliki latar belakang akademis yang mumpuni, ia lebih nyaman disebut sebagai seorang rohaniwan, otodidak, penafsir dunia, dan murid yang terus belajar. Baginya, gelar-gelar ini hanyalah pelengkap; identitas sejatinya ada pada pemahaman bahwa kasih lebih dalam dari doktrin, dan suara Tuhan lebih sering hadir dalam keheningan daripada dalam petir.
Buku pertamanya, Legal Standing dan Hak Milik Gereja dalam Hukum Indonesia (2025), menunjukkan sisi akademis dan kepeduliannya pada isu-isu hukum gereja. Namun, untuk karya-karya yang lebih personal dan naratif seperti Rahim Kayu Berbisik, ia sengaja menggunakan nama pena J. Ferlianto. Pemisahan nama ini bukan untuk menyembunyikan identitas, melainkan sebagai sebuah "pemisahan suci" untuk menghormati genre dan nada karya. Nama J. Ferlianto menjadi wadah bagi karya-karya naratif-rohani dengan nuansa midrash modern, di mana iman dan imajinasi bersekutu.
Melalui karyanya, Yose Ferlianto mengajak pembaca untuk masuk lebih dalam ke dalam kisah kasih Tuhan. Ia percaya, "Firman adalah Sang Kata. Dan hanya mereka yang berani masuk dalam kata-kata-Nya, akan benar-benar mengenal Sang Kata itu sendiri." Pesan ini menjadi inti dari tulisannya, mengingatkan kita bahwa bahtera yang berbisik hingga kini bukanlah sekadar kapal kayu, melainkan sebuah undangan untuk masuk ke dalam kisah kasih-Nya yang abadi. (foto: J. Ferlianto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar