Aku baru saja cari tulisan lamaku untuk masuk buku pertama Seni Kritik Sastraku. Mauku tulisanku di Jawa Pos berjudul Dikotomi Literasi dan Sastra. Kucari di google, eh malah ketemunya wacana di penerbitmajas.com yang berjudul Sastra Bukan Segalanya.
Aku tidak enak bila ini menyinggung teman yang bertotal hidup untuk sastra. Tetapi aku yakin kok, teman yang demikian juga punya koridor sendiri dalam menyikapi sastra dan hidup. Ok. Kalau begitu aku kirim itu sebagai perikop ke sekian. Dan sudah kulakukan. Sebagai perikop sebelum perikop ini. Baiklah. Dalam Seni Kritik Sastra semua hal terkait butuh untuk diungkap agar menjadi pilihan-pilihan bacaan. Ke mana sebetulnya mau dibawa seni kritik sastra itu. Kalaulah kubahas ini di perikop baru ini, mungkin terasa kering ya. Tidak apa-apa. Kering juga bagian dari hidup. Ada basah, ada kering. Mungkin perikop ini perikop kering. Perikop lain basah. Dan membaca sebuah karya sastra sebagai seni, mesti secara utuh. Kata Prof. Bambang Sugiharto, dalam bahasa saya: komprehensif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar