Dari 80 peserta Lomba Gurit 2020, yang masuk final peringkat pertama Rahmania Dewanti. NS. SDN Panjunan 2 Kalitidu Bojonegoro dengan nilai 827. Dewan juri memilihnya setelah menyeksamai pembacaan guritnya melalui video yang dikirim https://www.youtube.com/watch?v=w6O0irJBcRY.
Gurit yang dibaca berjudul “Jiwa-Jiwa
Mardika” karya penyair/penggurit Bojonegoro Suwandi Adisuroso. Pembacaan yang
memenuhi penilaian terbaik penampilan/peragaan, pengucapan dan penghayatan
terbaik dikumpulkan dari 3 juri dan juri ketua.
Penampilan/peragaan terkesan berbeda
tipis dengan teknik penampilan/peragaan pada deklamasi. Demikian yang tampak dari
berbagai lomba baca gurit/puisi. Dalam pembacaan gurit atau puisi banyak yang
bergerak ala deklamasi yang lepas teks atau hafal di luar kepala; namun dalam
baca puisi tetap dengan memegang kertas bacaan puisinya.
Namun jelas berbeda antara
keduanya. Unsur teknik membaca puisi tidak terlalu membutuhkan banyak gerak
teatrikal seperti halnya deklamasi. Pembaca puisi harus lekat dengan pembacaan
isi kertasnya, seperti orang membaca, namun dengan penghayatan dan gerak
secukupnya pada penekanan-penekanan. Biasanya hal ini saling berpengaruh dengan
penghayatan sebagai unsur penilaian yang lain. Oleh karena, dengan penghayatan,
gerak/bahasa tubuh dapat ditampilkan dari dalam. Penekanan-penekanan pembacaan
pun dapat diekspresikan dengan gerak tertentu, secara tepat/tidak berlebihan.
Unsur penghayatan juga tampak dari ekspresi wajah. Perubahan rona wajah dapat
menjadi tanda suatu penghayatan, demikian juga mimiknya. Penghayatan ini juga
berpengaruh pada unsur penilaian yang lain, yaitu pengucapan.
Dan tentu saja, suara atau
pengucapan harus memenuhi kaidah-kaidah vokal yang pengucapannya jelas, tinggi-rendahnya
irama terasa tepat/indah, lebih bagus lagi suaranya merdu/enak didengar, tentu
saja dengan kekhasan suara masing-masing.
Agaknya pelatihan yang dilakukan
oleh finalis peringkat pertama Rahmania Dewanti NS relatif memenuhi kaidah ini.
Secara, pelatihnya/gurunya adalah seorang seniman sastrawan dan teater yang
pernah bergerak aktif di Surabaya dan Bojonegoro, serta pegiat seni instalasi.
Dia adalah Hary Nugroho, Guru SDN Panjunan II Kecamatan Kalitidu yang dengan
kepeduliannya secara penuh empati mengirimkan nama dan karya murid-muridnya
kepada panitia. Dari keempat siswanya yang dikirim salah satunya adalah
Rahmania yang saat babak penyisihan menempati peringkat pertama.
Bagaimana penampilan final siswa
SD ini dan 9 finalis lain pada saat membaca gurit “Jejeg lan Njejegmu” karya
Bupati Bojonegoro Anna Muawanah? Akankah penonton dapat menyaksikannya di zoom
atau youtube seperti lomba-lomba atau acara virtual lain? Pengumpulan video yang
menembus angka 80 peserta memang dinilai secara virtual oleh dewan juri, namun
pelaksanaan finalnya adalah secara luring (luar jaringan) alias offline.
Pesertanya adalah 10 finalis itu, jumlah yang harus tidak banyak/terbatas, untuk
tetap jaga jarak dalam mematuhi dan menjaga protokol kesehatan.
Hal ini sesuai dengan kondisi
yang membuat kita harus tetap selalu menjaga kesehatan dengan segala protokolnya
pada masa pandemi Covid-19. Masker, hand sanitizer, facefield, semua mesti
dikenakan guna kesehatan kita. Dan peserta dengan bimbingan/didampingi
pelatih/guru masing-masing, sangat paham tentang hal ini.
Jaga jarak, selalu cuci tangan,
pakai masker/facefield, kenakan dan terapkan itu. Lalu baca gurit sebaik-baiknya.
Dan nantikan penilaian oleh yaitu Lestari (Guru Bahasa Jawa SMP di Kecamatan
Balen), Oktarina (Guru Bahasa Jawa SMA di Kecamatan Sumberrejo), Yonathan
Rahardjo (Pengarang). Eksekusi penilaian yang dikumpulkan dilaksanakan oleh
Ketua Juri Emi Sudarwati (Guru Bahasa Jawa SMP di Kecamatan Baureno).
Dan bagaimana sambutan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro Dandi Suprayitno, AP, M.S. saat penetapan para juara Lomba Gurit tingkat SD/MI se-Jawa di aula lantau 2 Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro kali ini? Tentu semua sudah tak sabar untuk menyambut datangnya hari itu, 31 Oktober 2020, untuk tahu pelaksanaan final lomba dan hasilnya. Dan peserta finalis, yang hanya 10, jelas jaraknya cukup lapang untuk sebuah protokol kesehatan untuk secara berjiwa merdeka membaca gurit kemenangannya. Merdekalah jiwa-jiwa untuk berkarya dan bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar