*Mutik, Buku Yang Bikin Merinding*
Oleh: Ajun Pujang Anom
Siang ini menjelang Sholat Dhuhur, saya buka lemari yang bawahnya, biasa saya gunakan sebagai "gudang buku". Mengapa disebut gudang buku? Karena di sinilah tersimpan, buku yang baru saya beli atau dapatkan. Dan juga kadang-kadang buku yang suka saya bawa.
"Suka saya bawa" dalam pengertian yang harfiah. Ini artinya tidak harus saya baca. Tapi suka membawanya. Untuk apa membawanya, kalau tidak dibaca? Ya tetap ada kemungkinan untuk dibaca. Tapi yang baca, bisa orang lain. Tak harus saya kan. Bukankah buku fungsinya juga banyak? Tak cuma dibaca, bisa untuk alas tidur sampai komoditas ekspor. Lho kok sampai komoditas ekspor? Lha itu, buku Harry Potter, contohnya. Riil menghasilkan devisa bagi Inggris.
Dan siang ini, _ndak_ biasa-biasanya, saat memegang buku yang berjudul *"Mutik"* ini, saya disengat merinding. Pertama-tama, saya rasakan ini hal yang aneh. Apalagi saat mengelupas bungkus plastiknya. Semakin menjadi-jadi lah rasa merinding ini. Namun lama-kelamaan saya tepis. Saya anggap wajarlah, karena semalaman menjaga anak-anak yang sedang tidur. Setelah sebelumnya melakukan berbagai aktivitas di kegiatan jambore. Bisa dibilang efek kurang tidur, mungkin.
Namun demi memuaskan rasa penasaran. Saya telusuri buku ini. Tak perlu waktu lama. Karena saat ini, saya tak hobi menekuni buku dengan waktu yang lama. Saya lebih suka "baca sekilas".
Setelah saya baca dari awal. Dari judul buku sampai pengantar. Saya tak menemui tentang mengapa buku ini diberi judul *"Mutik"*. Agak emosi sedikitlah diri ini. _Lha wong buat buku kok *geje* nggak jelas_, gerutu saya. Namun demi memuaskan rasa penasaran. Saya telusuri buku ini. Tak perlu waktu lama. Karena saat ini, saya tak hobi menekuni buku dengan waktu yang lama. Saya lebih suka "baca sekilas".
Dan ketemu di daftar isi, nomor 14. Sebuah cerpen berjudul "Mutik", karya dari Bu Hariani Susanti (yang biasa dipanggil dengan sebutan Bu Icha). Cerpen yang berkisah tentang perjuangan seorang anak yang ingin melanjutkan pendidikannya. Namun karena gegara ayahnya yang tak peduli, bahkan berusaha merampas impiannya. Dia meninggal saat berjuang untuk mewujudkan impiannya itu.
Mungkin bisa jadi ini, penyebab saya merinding. Apakah cerpen itu kisah nyata? Saya akan segera _nyamperin_ yang ngarang? Ini pun kalau saya sempat.
_Bojonegoro, 8 September 2017_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar