Bedah Buku | Pacar Cantik di Kapal Selamku di Jawa Pos

Jawa Pos Senin, 17 Jan 2005
Pacar Cantik di Kapal Selamku


CIKINI - Satu lagi buku novel meramaikan khasanah sastra Indonesia. Kali ini giliran Rahmat Ali dengan novel berjudul "Pacar Cantik di Kapal Selamku" menyapa para penggemar sastra di Indonesia. Siang kemarin, peluncuran perdana disertai diskusi di Pusat Dokumenter H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki.

Novel ini mengisahkan petualangan seorang pelaut muda Darmadi yang mengarungi samudera hingga belahan Eropa Timur. Ceritanya tidak hanya berhenti pada petualangan semata. Kisah tentang kegetiran cinta Darmadi dengan seorang perempuan Rusia teruntai dengan apik dalam selipan dan pemaparan tentang dunia para KKO (Marinir jaman Orde Lama). Kisah cinta Darmadi yang mendapat nama baru, Madov, dengan gadis Rusia itu harus berakhir dengan perjodohan yang telah di atur oleh orang tuanya.


Menariknya, kisah cinta itu tidak hadir sendirian dalam rangkaian cerita. Rahmat Ali dengan detail bisa mengajak pembacanya untuk mengenal lebih dekat berbagai belahan negeri-negeri di Uni Soviet. Bahkan, novelis yang sudah aktif menulis sejak 1958 ini juga membagikan cerita tentang keperkasaan-keperkasaan kapal selam yang
mengarungi dalamnya samudera. Mulai jenis kapal hingga tempat-tempat strategis yang selama ini hanya diketahui para pelaut, muncul dalam novel ini.

"Referensi si pengarang sangat luas tentang dunia marinir memungkinkan segala informasi tertulis lengkap di dalamnya. Namun, ini bisa menjadi bumerang," ujar Sihar Ramses Simatupang, salah seorang pembicara dalam diskusi novel. Wartawan yang aktif di dunia sastra ini melihat kemungkinan terjadinya kejenuhan si pembaca saat disodori informasi detail soal latar cerita. Tentang data detail mengenai sebuah kapal selam misalnya.

Sihar juga melihat ada semacam nilai-nilai sosial generasi Rahmat Ali yang terbawa dalam novel ini. Pada perjodohan si Darmadi alias Madov, misalnya. Sihar dengan cerdik membidik "kepasrahan" Darmadi alias Madov. Mengapa seorang pelaut sarat pengalaman serta dekat dengan kultur barat, tiba-tiba bertekuk lutut pada perintah
perjodohan. "Adalah aneh saat dia tak berdaya saat dipanggil ibunya untuk menjadi ’Siti Nurbaya’. Bisa jadi inilah sikap yang masih terkait dengan generasi si pengarang, terasa pararel dengan sikap tokoh di novelnya," terang Sihar.

Rahmat Ali sendiri mengaku novel ini lahir karena dorongan problematik. Pengalaman hidup Rahmat yang begitu keras dan akrab dengan kemiskinan coba dia munculkan dalam novel ini. Pengalaman pribadi itu kemudian dia padankan dengan kerasnya latihan dan kehidupan angkatan laut. Salah satu bentuk padanan kisah itu muncul saat tokoh Darmadi putus cinta dengan Martina Debruska, si gadis asal Rusia. Darmadi tidak lantas larut dalam kepedihan. Ketegaran Darmadi ini selaras dengan sikap tegar Rahmat Ali saat ayahnya meninggal kala dia masih berumur 8 tahun.

"Novel ini fiksi. Banyak pengeksplorasian realitas campur imajinasi," kata Rahmat Ali. Untuk menyelesaikan novel ini, Rahmat mengaku melakukan semacam studi pustaka ke beberapa tempat seperti perpustakaan Rusia di Jakarta dan juga museum Satria Mandala. Dari dua tempat itulah Rahmat Ali bisa menemukan nama-nama dan spesifikasi berbagai kapal selam serta deret syair lagu Padmaskovniye Wechera - Moskow di Waktu Malam. (tir)

Tidak ada komentar: